Saturday, August 18, 2007

26 Years on 18 Aug.. How's your feel..?



Hari ini 18 Agustus.. Temen baikku ultah yg ke-26, usia yang udh dewasa buat seorang manusia..
Meski baru mengenal beberapa waktu, aku rasa dia org yg baek.. wallahu'alam.

Belom berani menjudge juga sih.. seberapa kenal aku ma org ini.. karena pasti ada yang lebih kenal dari aku.
Aku buat blog ini ga ada maksud untuk mengguruinya, hanya bermaksud sharing menjelang umur 26.. karena aku sendiri sudah lama melewatinya.

Usia 26 buat aku duluu adalah usia yg menuju fase dewasa.. dari mulai pola pikir, kebiasaan, sikap bener2 aku perhatikan, meski itu tetap ga menghilangkan sifat basic-ku..
Setiap pertambahan usia, aku cm berusaha berbuat yang lebih baik dari detik ini, jam ini, hari ini, bulan ini dan tahun ini. Ga muluk-muluk.. tetap optimis dalam ngadepin idup, itu cukup bikin aku tetap semangat.

Aku ga berani bilang kalo dia bukan org baik, krn dari awal aku dah bilang kalo dia org baek.. (bingung kan? hehee..)

Dari blog yg dia buat, sepertinya dia sudah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yg dia dapat dlm hidup.. Amiin, mudah2an benar adanya.
Ada kesamaan antara aku ma temanku ini, kita udah ga punya orang tua.. sedih? sudah pasti, kangen? itu juga pasti, bingung ngadu ke siapa jika ada masalah? itu pun aku rasakan.. tapi, yakinlah mrk berdua selalu melihat tingkah laku kita di dunia ini. Jadi, berusahalah selalu untuk bersikap baik even sekecil apapun.. agar mereka tetap tersenyum bahagia di sana. Aku terkadang sedih karena belum dapat membahagiakan ortu, krn itu sekarang ini waktunya bikin mrk selalu tersenyum.
Hey.. kamu tau? biasanya anak yang udh ga punya orang tua, bisa lebih tough dalam ngadepin kerasnya idup loh! Kamu ga percaya, coba ingat2 apa yang sudah kamu buat untuk dirimu sendiri juga untuk orang laen.. hey, itu tandanya kamu udh dewasa dan kamu adalah seorang yg tough..! Jangan malu untuk mengakui kalo kamu pernah berbuat baik ama orang, tapi jangan sampai itu jadi cermin mutlak mu.. karena kebaikan harus tetap dilakukan sampai kapan pun dan tak berujung.. Jadikan kebaikan yang dilakukan sebagai semangat untuk berbuat baik yang lebih dan lebih lagi..

Memang berasa ko.. dengan bertambah usia, seperti ada sesuatu yang harus kita upgrade dalam diri.. entah itu sikap, emosi, kesabaran, keikhlasan, kadar agama ato apapun.. yang terpenting adalah JANGAN PERNAH LUPA UNTUK SELALU BERTERIMAKASIH PADA SANG KHALIK.. karena DIA, masih memberi nafas idup sehingga kita masih dikasi kesempatan utk mengupgrade diri dari sisa waktu yang ada untuk menjadi lebih baik.
Mensyukuri nikmat, itu yang selalu aku usahakan dalam setiap waktuku.. dengan sukur, aku sendiri bisa berasa lebih lapang dalam menghadapi apapun, InsyaAllah..

Aku yakin, temanku ini udah ga usah dikasi wejangan kalo soal agama.. aku yakin dia selalu melakukan "lebih" dari yang aku lakukan.

Tapi aku ingat, aku pernah baca satu bulletin harian Islam, hanya selebaran kertas tapi aku selalu ingat isinya karena emang bagus buat diingat..
Bulletin itu bilang bahwa HIDUP ITU ADALAH PILIHAN..
seperti warna, ada hitam ada putih, seperti barang, ada jelek ada bagus.. seperti hasil ciptaanNya, ada wanita ada pria... HIDUP MEMANG PILIHAN, kita dapat memilih KEBAIKAN atau KEBURUKAN.. Sang Khalik begitu fleksibelnya meminta kita untuk menikmati hidup dengan memilih..
Tinggal bagaimana kita menentukan pilihan kita, apakah mo pilih arah KEBAIKAN ataukah KEBURUKAN? masing-masing ada jalannya, masing-masing ada ganjarannya pula.

Hey mate.. sudah bosan kah baca tulisanku ini? :D
Maaf, aku terlalu banyak ngoceh ya.. sepertinya sharingku udah cukup. Tinggal doa yang belum aku ucap..

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM..
SELAMAT ULANG TAHUN..
SEMOGA SISA UMUR YANG ADA MENJADI BAROKAH..
SEMOGA APA YANG DIINGINKAN TAON INI BISA TERCAPAI..
SEMOGA SLALU DIMUDAHKAN DAN DILANCARKAN DALAM SETIAP URUSAN..
SEMOGA SELALU DALAM IMAN (Ngutip dari mu juga nih..)
LAST BUT NOT THE LAST..
SEMOGA DI SETIAP AKTIVITAS, PERJALANAN ATAU APAPUN YANG KAMU LAKUKAN SLALU DALAM LINDUNGAN ALLAH SWT..
AMIIN..

Friday, August 17, 2007

Cerpen True Story ini bikin gue inget akan kematian..


Sebening Embun

Dedicated to Didit Suwandito (16 Nov 197516 Nov 2000)


“Hallo.. selamat malam, bisa bicara dengan Didit?” ucapku pada orang yang sedang menjawab teleponku, suara itu terdengar ramah.

“Oh.. Diditnya sedang ke dokter, mbak. Kayaknya sebentar lagi pulang, soalnya udah dari tadi sore perginya. Mbak coba lagi aja telepon kira-kira setengah jam lagi? Atau mungkin ada pesan mbak? Nanti saya sampaikan.”

Rupanya Dwi yang mengangkat teleponku. Dwi adalah adik lelaki Didit yang pertama, dia kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Didit sendiri adalah anak sulung yang saat ini sedang mencoba berkarier di perusahaan percetakan. Aku mengenalnya ketika sama-sama terlibat dalam satu proyek pelatihan kewirausahaan.

“Ini Dwi ya? Mm.. ya udahlah Dwi, nanti aja aku telepon lagi. Makasi ya?” lalu ku tutup telepon. Didit sakit? Hmm.. sakit apa lagi ya? Sebenarnya bukan hal aneh kalau mendengar kabar Didit sakit. Temanku yang satu ini memang dikenal sebagai orang yang mudah sakit. Jika ku perhatikan, dia seperti bukan orang yang enerjik, kelihatan lemah lunglai dan tidak bergairah. Tapi ada yang aku suka darinya, dia orangnya baik, supel dan sangat taat beragama. Dalam pergaulan, dia tak pernah membeda-bedakan orang yang menjadi temannya. Semua orang yang mengenalnya pasti selalu mengungkapkan bahwa dia seorang yang sangat baik sehingga orang-orang selalu betah untuk berlama-lama dengannya. Begitupun aku, rasa simpatiku muncul berawal dari pertemanan ini. Apalagi dia termasuk lelaki yang smart, hmm.. aku paling suka sama lelaki smart.

“Krriiiiiiiiing.. kriing..” Uupss.. bunyi telepon di kamarku cukup membuat aku terkejut setengah mati, buyar deh lamunanku tentang Didit. Buru-buru ku angkat telepon sebelum menjerit untuk yang ke tiga kalinya.

“Yaa.. halloo?!”

“Halloo.. met malam, Nitanya ada?”

Aaahhh.. sepertinya aku kenal suara khas itu.

“Didit ya?” suaraku terdengar nyaring, mungkin karena aku merasa gembira dan tebakanku tidak meleset.

“Hehehee..” ku dengar tawanya renyah di sana. Langsung saja ku tanya kabarnya juga tentang sakitnya. Beberapa saat aku dan dia terlibat pembicaraan yang seru, sesekali kita tertawa membicarakan kekonyolan teman yang juga sobat kami, Niken. O ya, kita berteman empat orang. Didit, Defra, Niken dan aku adalah empat sekawan yang selalu bersama-sama ke manapun kita pergi. Kita bertemu dalam satu proyek dan tetap dekat, meskipun proyek telah usai.

Tak lama kemudian, ku dengar ia terbatuk-batuk. Aku agak meringis mendengarnya. Seperti batuk yang ditahan dan sakit kedengarannya.

“Iya nih, batukku gak sembuh-sembuh, Nit. Makin hari, malah makin parah saja. Aku malah udah 5 hari gak masuk kantor.” Waah.. separah itukah batuknya? Aku teringat kembali kala kita masih sama-sama beserta teman-temanku yang lain. Mengerjakan proyek bersama, berdiskusi bersama, makan siang bersama, bahkan pulang pun selalu bersama. Aku tahu dari Defra, kalau dia memang mengidap berbagai macam penyakit, entah itu berat atau ringan, aku sendiri tak tahu. Yang pasti, sinusitis adalah salah satu penyakit langganannya. Mungkin karena sekarang setiap hari dia harus bermotor lagi. Ku dengar, Kijang SX abu yang selalu dia pakai telah dijual untuk kebutuhan ayahnya. Hmm.. kadang aku trenyuh mendengarnya, ia begitu perhatian terhadap keluarganya terutama pada ayahnya.

Makin lama, batuknya terdengar makin panjang. Aku tak tega mendengarnya. Karena itu..

“Dit, ngobrolnya distop dulu deh. Kasian kamu batuk-batuk melulu. Aku gak tega dengarnya, ntar aku yang telepon kamu lagi ya. Sekarang, kamu istirahat aja dulu.”

Akhirnya, pembicaraan kami usai setelah tiga kali aku memintanya untuk menutup telepon karena aku tak tega mendengar batuknya.

.. ??? ..

Seminggu berlalu, aku sibuk dengan pekerjaanku. Beberapa makalah belum aku selesaikan, padahal makalah ini harus selesai besok untuk dipresentasikan bossku di depan audiens training komunikasi. Aah.. aku teringat janjiku untuk menelepon Didit. Bagaimana keadaannya sekarang ya? Sudah sembuhkah ia? Aku sendiri heran, kenapa teman-temanku tak ada yang kasih kabar padaku soal kondisi Didit hari ini. Apa mereka pun sangat sibuk sampai melupakan Didit? Atau mereka tidak tahu kalau Didit sakit? Sejak proyek usai, kontak hanya dilakukan lewat telepon dan email. Defra diterima sebagai perwira Angkatan Laut dan harus bertugas di Papua, sedangkan Niken, dia kembali ke posisinya sebagai mahasiswa Ilmu Politik yang sibuk menyelesaikan skripsinya.

Aku kembali tenggelam dalam pekerjaanku menyelesaikan sisa makalah komunikasi sambil ku nyalakan MP3 player di komputer kerjaku. Lagu “Lea” Toto pun mengalun, menemani kesibukanku. Aku teruskan ketikan makalah untuk bossku. Rumit juga ya, mengerjakan sesuatu di kala kurang konsentrasi? Apalagi kalau bahan untuk menyusun makalah dirasa kurang lengkap. Tapi, aaahh.. akhirnya, selesai juga makalah ini. Segera ku susun pula dalam power point mengingat bossku suka mempresentasikan makalahnya memakai proyektor. Waktuku hanya tinggal satu jam lagi sebelum menjelang jam pulang.

Waktu menunjukkan pukul lima sore lewat lima menit. Aku buru-buru membereskan bahan-bahan makalah dan meja kerjaku untuk bergegas pulang, agar bisa cepat-cepat menelepon temanku, Didit.

.. ??? ..

Ku tekan nomor itu, lalu ku dengar telepon diangkat. Langsung ku sapa, “Halloo.. selamat malam, bisa dengan Didit?” beberapa detik ku tunggu jawab dari telepon itu.

“Yaa.. ini Didit, Nita?” waah.. rupanya dia sendiri yang menerima langsung teleponku. Tapi, kenapa suaranya tak seperti suara yang selama ini ku kenal ya? Aku hampir tak mengenalinya. Suara ini begitu serak, berat dan seperti menahan sakit. Apa sakitnya belum sembuh juga?

“Hai Dit, gimana kabarmu? Udah baikan? Sepertinya masih batuk ya?” aku membuka pembicaraan.

“Belum Nit. Batukku makin parah, dadaku kadang terasa sakit. Jadinya, aku gak bisa ngobrol banyak. Kadang aku malah gak sanggup untuk terima telepon. Aku suka minta orang rumah untuk bilang aku sudah tidur kalau ada yang telpon aku. Makanya, maaf ya kalau besok-besok, kamu terima telepon dari rumahku seperti itu.”

Waah.. aku jadi merasa seperti orang bersalah, karena aku telepon dia saat ini. Padahal aku hanya ingin tahu kabarnya saja. Tapi, menurutnya malam ini aku beruntung sekali karena dia sedang dalam kondisi lumayan sehingga bisa terima teleponku. Senangnya aku mendengar jawaban ini darinya. Aku rekam dalam ingatanku, dia tak boleh ngobrol banyak. Karena itu, aku juga ngobrol seperlunya saja. Bercerita soal kerjaanku, juga kabar teman-teman. Ya, dia menanyakan kabar teman-temannya. Mungkin karena ia sendiri belum ketemu mereka sejak proyek usai.

Sudah sepuluh menit, aku harus menutup teleponku. Aku takut, dia kecapekan karena harus membalas obrolanku. Tapi, anehnya dia tetap saja bercerita. Aku jadi tak enak untuk menghentikannya. Ku dengar dengan seksama ceritanya dan sesekali ku tanggapi. Sepertinya dia tak mau cepat-cepat mengakhiri obrolan ini. Gimana ya?

“Dit.. udah cape belum? Jangan lupa, kamu harus banyak istirahat. Aku gak mau teleponku ini ganggu istirahatmu.” Tapi, dia tak hiraukan ucapanku. Dia tetap saja asyik bercerita padaku. Sepertinya, malam ini dia punya teman ngobrol? Dan sepertinya aku menelepon di waktu yang tepat. Hmm.. aku jadi ingat rasa simpatiku padanya, mungkinkah?

Akhirnya, terpaksa harus ku akhiri juga obrolan ini karena aku mulai mendengar batuk sakitnya. Suaranya terdengar agak kecewa, karena aku memutuskan obrolan ini. Seperti biasa, aku janji padanya akan telepon beberapa hari lagi untuk mengetahui kondisinya. Suaranya terdengar gembira dan aku senang mendengarnya. Dalam hati ku berdoa, semoga ia cepat sembuh.

.. ??? ..

“Kriiiiiiing..” bunyi telepon menyadarkan aku ketika sedang asyik menyusun buku-buku pustaka bossku yang harus aku susun alphabetis.

“Yaa.. haloo selamat siang?” ternyata pak Ujang bawahan bossku yang dulu sama-sama diperbantukan di proyek. Dia memberiku kabar tentang sakitnya Didit. Aku tanya perkembangannya, mengingat sudah beberapa hari ini aku belum sempat menelepon Didit lagi.

“Mbak Nita, Mas Didit sekarang kondisinya makin parah. Saya kemarin nengok dia, kasihan sekali mbak sampai gak tega lihatnya juga. Kalau bisa, mbak sempatkan nengok juga, buat sekedar kasih motivasi aja, soal umur kan kita gak tau mbak.” Aku terdiam mendengar cerita Pak Ujang tentang Didit. Padahal tempat kerjaku kebetulan berdekatan dengan rumah DIdit yang hanya beda satu komplek saja, tapi aku belum menyempatkannya. Aku bingung, datang ke rumah Didit sendirian, duh.. apa gak jadi tanda tanya orang tuanya ya? Selama ini yang aku lakukan memang hanya meneleponnya saja. Buru-buru ku tepis perasaan itu. Sepertinya omongan pak Ujang benar juga, umur manusia tidak bisa diprediksi. Aku jadi tergugah untuk menengok Didit, daripada aku menyesal. Sebenarnya dia sakit apa ya? Pak Ujang sendiri belum tahu karena memang Didit sakit masih menjalani perawatan di rumah saja.

.. ??? ..

“Met malam.. Didit ya? Gimana kabarnya sekarang?” ku dengar dia terdiam, seperti sedang ambil nafas panjang sebelum akhirnya membalas pertanyaanku.

“Kondisiku masih sama Nit. Kemarin aku check-up ke dokter, katanya ada tumor di paru-paruku besarnya kira-kira sebesar telur ayam. Tumor ini ada di antara sekat paru-paruku, makanya bikin aku susah nafas dan kadang-kadang dadaku sakit jadi untuk mengurangi sakitnya aku batuk-batuk. Kata dokter harus dioperasi, biayanya sekitar 30 juta. Aku gak punya uang sebesar itu, lagi pula peluang hasil operasi ini fifty-fifty. Si pasien bisa sembuh atau malah meninggal. Jadi ku pikir, kalau hasilnya seperti itu lebih baik gak usah dioperasi. Aku mau coba pengobatan alternatif aja yang lebih murah. Aku udah pasrah kok sekarang.” Aku terdiam mendengarnya. Aku hampir menangis mendengar cerita Didit. Ya Allah.. segitu beratnya cobaan yang Engkau berikan pada temanku? Teman sebaik dia harus menanggung cobaan ini? Suara Didit seperti yang ringan beban, dia begitu pasrah pada kondisinya. Tak ada kalimat keluhan sedikitpun. Aku salut padanya, dalam kondisinya yang mungkin akan menghadapi maut, dia masih bisa tersenyum. Motivasinya untuk sembuh bisa aku rasakan. Aku jadi ingin bertemu dengannya. Aku ingin lihat kondisinya langsung, aku jadi teringat cerita pak Ujang dua hari yang lalu.

Lalu, ku telepon Niken untuk coba mengajaknya menengok Didit. Tapi, saat ini dia sedang sibuk-sibuknya. Dia menolak aku ajak, karena harus bolak-balik mengurus skripsinya. Dia janji padaku akan menengok Didit begitu kesibukannya berkurang. Duh.. kenapa susah sekali mengajak orang untuk menemaniku ke rumah Didit?

.. ??? ..

“Hai Nit.. sibuk banget nih? Gimana buku pustaka bossmu udah ampe mana dientry?” Nanin datang menghampiriku, aku sedang asyik memasukkan judul-judul tumpukan buku pustaka ke komputer yang ada di meja kerjaku. Aku membalas sapaannya. Nanin adalah orang yang dikontrak boss untuk membantuku menyusun buku-buku pustaka secara alphabetis. Dia dosen komunikasi yang juga pustakawan. Program buatannya dibeli bossku sebagai penunjang pustaka. Saat ini dia adalah trainerku untuk adaptasi penggunaan program buatannya. Tidak terlalu sulit, hanya butuh sedikit ketelatenan saja agar buku-buku yang dimasukkan tidak terlewat judul maupun isinya. Sesekali aku tanya Nanin, jika ku kesulitan menentukan jenis buku yang ku masukkan.

Selama beberapa jam aku asyik dengan kesibukanku, begitupun Nanin. Ku lihat dia sedang menempel label pustaka yang telah aku cetak tadi. Setelah itu, buku-buku yang telah didata dan ditempeli label, disusun ke rak buku sesuai dengan nomor jenis buku.

Waktu menunjukkan pukul empat sore. Aku teringat niatku untuk menengok Didit. Ahaaa.. kenapa tak ku ajak Nanin saja?

“Nin.. mau anter aku nengok temenku gak? Dia udah sakit lama banget hampir dua bulan gak sembuh-sembuh, tumor paru. Aku pengen nengok, cuma gak ada temen. Gak enak nih, abis temen laki-laki. Mau gak Nin? Ntar sore ya? Deket kok di komplek sebelah.” Aku ngomong sambil sedikit memohon, please..

Ku lihat Nanin sedikit tersenyum, “Temen spesial ya?” mimik jahil diapun tampak. Aku nyengir dibuatnya, serasa kepergok mendadak. Nanin diam sejenak, aku harap-harap cemas. Untuk lebih meyakinkannya, aku pun cerita panjang lebar soal penyakitnya. Pikirku, pokoknya sore ini aku harus jadi nengok Didit.

“Oke.. ntar sore aku temenin.” Aaahhh.. senangnya aku, akhirnya ada juga yang mau temani ke rumah Didit. Sepertinya omonganku begitu persuasif ya? Bikin Nanin mau berkorban untukku.

.. ???..

“Assalamu’alaikum..” ku lihat ada dua orang tamu di rumah Didit. Aku dan Nanin disambut ayah Didit. Rumahnya yang mungil, kelihatan begitu asri dan rapi. Ibunya muncul dan menyalamiku, aku sapa Didit yang duduk dekat ruang makan. Dia tersenyum padaku dan membalas sapaanku. Rupanya tamu itu, pak Dadi dosen fakultas tempat bossku mengajar yang juga senior kelas Didit waktu kuliah. Aku kenal, karena selalu kontak dengannya jika ada urusan soal perkuliahan. Kerjaanku memang berhubungan dengan akademik, karena itu aku kenal dekat dengan beberapa dosen tempat bossku mengajar.

Didit terlihat diam, sangat jauh berbeda jika ketemu aku di telepon. Tapi aku tak terlalu ambil pusing, yang penting saat ini aku bisa lihat keadaannya. Dia terlihat seperti orang yang sehat, hanya wajahnya sangat pucat. Tak ada kesan kurus di badannya, semuanya terlihat biasa namun sangat jelas, kalau dia seperti menahan sesuatu yang sakit dan semua orang tidak perlu tahu. Mungkin dia lebih suka menikmatinya sendiri sehingga orang yang melihatnya tetap seperti orang yang sehat. Sesekali dia mengajakku ngobrol dan aku menjawabnya sambil ku perhatikan mimiknya. Lemah sekali.

Satu jam berlalu, hampir maghrib aku memberi kode pada Nanin untuk segera pulang. Ku pikir, dia harus istirahat lagi. Ku lihat pak Dadi pun hendak bersiap-siap pulang. Sore itupun aku pamit pada ayah ibunya dan juga Didit dan tak lupa mendoakannya. Aku melihat satu harapan di dirinya. Sepertinya dia merasa senang karena aku menengoknya. Mudah-mudahan menjadi satu harapan pula untuknya agar tetap tidak menyerah pada penyakitnya.

.. ??? ..

Satu bulan berlalu, sejak aku menengoknya. Aku tidak tahu kondisi Didit sekarang. Kesibukanku membuat aku tidak ada kesempatan untuk tahu kabarnya. Lagi pula aku sendiri tak mau mengganggu istirahatnya, karena setiap kali aku telepon aku tak pernah bisa lagi ngobrol langsung dengannya. Biasanya aku hanya ngobrol dengan ayahnya karena dia sedang istirahat.

Pagi tadi sebelum aku sampai tempat kerjaku, aku lihat iring-iringan jenazah masuk gang rumah Didit. Rumah Didit memang bersebelahan dengan komplek pemakaman umum. Anehnya, aku deg-degan dibuatnya. Aku teringat Didit. Tapi buru-buru ku tepis pikiran itu jauh-jauh.

Ku lihat di luar jendela depan meja kerjaku panas terik disertai hujan rintik-rintik. Kenapa pikiranku tertuju pada Didit lagi ya? Dia sedang apa sekarang? Hari ini tanggal 14 November. Ada apa ini? Aku benar-benar ingin tau kabarnya. Mungkin nanti sore aku telepon ke rumahnya. Namun, ku urungkan niatku karena takut mengganggu istirahatnya. Sejak ku hanya bisa ngobrol dengan ayahnya saja, aku memang jadi agak jarang meneleponnya lagi. Semoga kondisinya membaik. Ayahnya pun sudah terlihat pasrah.

.. ??? ..

“Kriiiiiinngg.. kriiing..” telepon di kamarku bunyi. Jam berapa ini? Jam 04.30.. siapa ya subuh-subuh begini telepon? Buru-buru ku angkat telepon yang tepat di atas sandaran kepalaku.

“Halloo..” aku agak berat mengangkatnya. Rasa kantukku tak tertahankan, padahal aku harusnya sudah bangun untuk shalat subuh.

“Assalamu’alaikum.. dengan Nita ya?” hey.. sepertinya aku kenal suaranya, Fikri. Dia teman baik Didit juga, hanya pertemananku dengannya tak sedekat dengan Didit, Defra dan Niken. Lagi pula baru kali ini dia telepon aku. Lalu, ada apa ya subuh-subuh dia telepon aku? Tumben.

“Alaikum salam.. iya Fik, tumben telepon. Ada apa?” suaraku terdengar berat. Ku dengar dia agak ragu untuk menyampaikan sesuatu.

“Ini Nit.. mm, kamu udah tau soal kabar Didit belum? Aku mau nyampein tadi dini hari jam 02.30 Didit udah ninggalkan kita semua untuk selamanya. Dia udah meninggal Nit..” Dhhuuuuaaaaaarrr!! aku merasa sedang disambar petir saat aku mendengar kabar ini dari Fikri. Suara Fikri terdengar terbata-bata. Spontan aku ucapkan Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.. aku langsung menangis saat itu juga. Kenapa secepat ini ya Allah Kau panggil teman terbaikku? Aku terus menangis dan terus menangis.

“Kita pasrahkan aja pada Allah Nit.. yang penting jangan lupakan untuk doakan Didit, mudah-mudahan amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT.” Suara Fikri menahan tangisku. Obrolan disudahi karena dia harus kontak teman-teman lainnya dan aku pun harus memberitahu teman-temanku. Niken, Defra apa mereka sudah tahu?

Niken menangis. Tangisannya malah tak berhenti di telepon, padahal aku sudah berusaha berkali-kali menghiburnya. Dia menyesal sekali, karena saat aku ajak menengok dia tolak ajakanku dengan alasan sibuk skripsi. Dia menyesal kenapa tidak menerima ajakanku saat itu. Dia menyesal karena selama Didit sakit, justru dia jarang kontak. Aku tetap mendengar semua penyesalan Niken. Aku teringat dua hari yang lalu, perasaanku sangat tidak enak soal Didit. Aku pun sempat menyesal, kenapa hari itu aku urungkan niatku untuk meneleponnya? Padahal kata Fikri, hari itu adalah hari Didit masuk rumah sakit karena kondisinya bertambah parah. Dia sempat anfal di rumah sakit. Seandainya hari itu aku jadi menelepon, mungkin aku bisa langsung menengoknya pula di rumah sakit. Tapi, semuanya sudah terjadi. Jalannya memang harus seperti ini. Aku pun teringat akan asaku.

Pagi ini, 16 November aku siap-siap untuk menghadiri pemakaman teman terbaikku. Dengan tangis yang tak henti-hentinya, aku coba untuk lebih kuat dari Niken. Aku bersyukur, karena di saat-saat terakhirnya aku sempat merasakan lebih dekat dengannya. Aku bersyukur karena di saat sebulan sebelum kematiannya, aku sempat menengoknya. Aku bersyukur karena diberi kesempatan menjadi orang yang pertama mendapat kabar kematiannya. Aku bersyukur, dia telah bebas dari penderitaannya. Semoga ini yang terbaik untuknya. Selamat jalan sobat.. suatu saat, aku pun pasti akan menjadi bagian dari duniamu. Engkau teman terbaik yang pernah ku punya bagai sebening embun yang selalu membasahi setiap helai daun. L

.. The End ..

Moment 17 Agustus?


Apa yang gue inget kalo 17 Agustus ya?

Dulu sih waktu gue SD-SMP-SMA, moment 17 Agustus itu

moment yang gue tunggu2.. karena apa?

1. SMP, Gue kudu upacara dan setiap upacara gue selalu jadi pembawa teks PANCASILA. Dulu gue paling suka diperhatiin orang banyak.. hekekeek..
2. Waktu SMA, semangat upacara karena barisan kelasku berhadapan langsung dengan barisan kelas gebetanku.. hahaaa.. sambil hormat bendera, mata kan bisa sambil belalakin si doi.. huehuehueeek..
3. Saat SD-SMP, di tempat gue selalu ngadain acara 17-an.. dan gue selalu mengisi acara panggung dengan dance ma grup tariku, ato ikutan kabaret cinderella.. dan gue jadi drunella yang jutek.. hihihii.. cocok!
4. Lomba-lomba 17-an pun gue sering ikuti. Cerdas Cermat? pernah, juara 2!.. Balap karung? pernah.. balap kelereng dlm sendok? pernah juga.. masukin jarum ke botol? pernah lah.. lomba krupuk?? ahaaa.. ini lomba paling gue suka.. tapi ada lomba yang belom pernah gue ikuti.. PANJAT PINANG boow! masih penasaran ampe sekarang, gmn rasanya ya? Ada yang bisa sharing ke gue kah..
5. Sekarang? gue cuma bisa nikmati itu semua dari cerita teman2.. karena di tempat gue udah ga serame dulu, paling denger cerita ponakan yang ikut karnaval.. tapi walopun begitu, ga berarti patriotisme gue ilang.. gue tetap cinta INDONESIA!! gue betah di sini, betah dengan segala masalah dan solusinya..

Harapan gue buat INDONESIA cuma satu!
JANGAN PERNAH ADA PERPECAHAN PULAU LAGI.. TETAP BERSATU AMPE KAPANPUN.. HADAPI MASALAH SAMA-SAMA, HMM.. TAPI GUE SUPPORT DI BELAKANG LAYAR AJA DING.. HIHIHIII..

LOVE YOU INDONESIA!! HAPPY ANNIVERSARY 62..
INDONESIA UDAH TUA YA TERNYATA?? AHIAAK..

Jujur..

Gue suka kejujuran..
dengan jujur, idup bisa lebih tenang..
Emg sih jujur bisa bikin sakit ati..
Tapi jujur juga bisa bikin enak ati..
bukan begitu??
Jadi.. be honest honey..
ke sapa pun..
terutama ke diri sendiri..

Love this song too..




Mmmmhhh.. Lagu ini bikin gue inget someone, saat ini.... tapi ga pasti... hhhhhh..... I don't have dreams anymore.. just let it flow..

A Thing About You
Artist(Band):Roxette


I pick up the phone
I'm dialing your number
while I pray you're at home,
at home and alone
'cause I can't function on my own
And I'll never stop believing

The reaping is done
You are the one
The radio is on but the sound is all gone
And I wanna walk out in the sun
But lately that's been very hard to do

I've got a thing about you
And I don't really know what to do
'cause I've got a thing about you
Hey you

I pick up the phone
I'm dialing that number and
my heart like a stone
waits for the tone
Oh I can't make it on my own
And I'll never stop believing

I know what is right and this is so wrong
Alone in my bed, better off on my own
The TV is on but the colours are gone
And lately you’ve been painting my world blue

I've got a thing about you
(I've got a thing about you)
And I don't really care what you do
I've got a thing about you
(I've got a thing about you)
yea you

I've got a thing about you
I've got a thing about you-ou-ou-ou

Lately you've been painting my world blue

I've got a thing about you
(I've got a thing about you)
And I don't really know what to do
I've got a thing about you
Hoping this story cuts through
(this story cuts through)
Yea, I've got a thing about you
A thing about you

I've got a thing about you
I've got a thing about you-ou-ou-ou
And I don't really know what to do

I've got a thing about you (I've got a thing about you)
I've got a thing about you (I've got a thing about you-ou-ou-ou)

I love this song..


Lagu ini bikin gue melamun, mengkhayal.. tp ga jorok sih.. heuheuheuu..


Milk and Toast and Honey Lyrics

Artist(Band):Roxette


Milk and toast and honey make it sunny on a rainy Saturday, he-he-hey

Milk and toast, some coffee take the stuffiness out of days you hate, you

really hate

Slow morning news pass me by

I try not to analyse but didn't he blow my mind this time

Didn't he blow my mind

(Here he comes)

To bring a little lovin', honey

To take away the hurt inside is everything that matters to me

Is everything I want in life

Milk and toast and honey

Ain't it funny how things sometimes look so clear and feel so near

The dreams I dream, my favourite wishful thinkin'

Oh he's bookmarked everywhere, everywhere

True love might fall from the sky

You never know what to find but didn't he blow my mind this time

Didn't he blow my mind?

(Here he comes)

To bring a little lovin', honey

To take away the pain inside is everything that matters to me

Is everything I want FROM life

(Here he comes)

Oh lay a little lovin', honey

To feel you're gettin' close to me is everything that matters to me

Is everywhere I want to be