Monday, February 18, 2013

KETIKA PENAT DATANG................ (BERI AKU KESEMPATAN KE DUA)

“Ya ampun Naaakk! Kamu itu bener2 deh yahh.. siniii, mamaa cubitt!! Naakaal kamuu” suatu hari teriakan Nina pada anak perempuannya yg masih berumur 5 tahun, sebut saja Dinda. “Ampuuun Maa, ampuun.. maafin Dinda” ujarnya tersedu. Dinda pun dicubitnya, dipukul pantatnya.. Entah sudah berapa tanda yg ditinggalkan Nina di badan anaknya itu. Tapi, Nina selalu gemes & gemes terhadap anak bungsunya itu yg menurutnya sangat nakal buat anak ukuran perempuan. Siang itu, Dinda melakukan kesalahan menumpahkan saos cakue di karpet kesayangan mamanya. Karpet itu baru terpajang 1 minggu di ruang tengah, bagus memang.. warnanya krem polos dengan bulu yg tebal.. sehingga akan terlihat jelas kalo sesuatu noda jatuh di karpet itu. Dengan dongkol, diambilnya lap basah, digosok2 ke noda saus yang berwarna merah jingga.. Nina makin kesal, karena semakin digosok, nodanya malah semakin menyebar & wajah karpetnya sudah tak cantik lagi.. jadi kotor! “Hrrrmmmh!!” Nina menggumam dalam hati, ingin rasanya dia teruskan “siksaan” pada Dinda tadi, memukulnya, mencubit sampai memar badannya. Rasanya puas sudah kalo itu terlaksana, rasa kesal terlampiaskan. “Assalamu’alaikuuum” ucapan salam terdengar dari pintu depan. “Wa’alaikum salam” sahut Nina. Ohh, ternyata anaknya yg pertama Bagas baru pulang sekolah. Bagas duduk di bangku SMP kelas 2. Bagas heran melihat adiknya tersedu2. “Lho dek, kamu kenapa? Kok nangis?” tanya Bagas sambil mengusap kepala adiknya yg masih tersedu menahan sakit. “Dinda nakal kak, tadi numpahin saus di karpet” Nina terdiam, teringat tindakannya tadi yang sungguh kejam terhadap anak bungsunya itu. “Oo.. makanya adek harus hati2 kalo makan, jangan sampe tumpah.. ngotorin karpet, kasian mama jd susah bersiinnya, kan?” kata Bagas tersenyum, Dinda mengangguk. Nina semakin merasa bersalah atas sikapnya tadi. Nina beranjak menuju Dinda. “Maafin Mama ya Nak, Mama harusnya gak nyubit kamu tadi..” sambil dipeluknya Dinda, Dinda mengangguk. “Dinda janji gak numpahin lagi, Ma..” oOo “Bagaass, Dindaa.. udh siap belum? Ayo, kita berangkat sekarang.. Nanti keburu macet di jalan” panggil papanya. Bagas & Dinda pun bergegas turun dari kamar mereka di lantai 2. “Iyaa Paah, kami udah siapp” tutur Bagas, diamini Dinda. Nina yang baru saja selesai memasukkan bekal k keranjang makanan pun tersenyum melihat kekompakan mereka. Minggu pagi itu, keluarga Dinda mau rekreasi ke Puncak. Kebetulan papa Ardi, cuti kantor bertepatan dengan liburan sekolah Bagas & Dinda. Maka, berangkatlah mereka dengan suka cita... Di mobil, Bagas & Dinda keliatan senang sekali..... nyanyi sepanjang jalan. Lagi2 Nina tersenyum mendengarnya, begitupun Ardi. Nina bersyukur memiliki keluarga kecil yang menyenangkan. Siang hari, tibalah mereka di puncak.... dengan menyewa villa, merekapun menginap selama 3 hari. oOo Pagi itu, Bagas, Dinda dan papanya pergi memancing ikan di kolam pemancingan yang hanya berjarak 30 meter dari villa. Nina, sang mama hanya bisa melambaikan tangan sambil tersenyum pada mereka yang semangat memancing hari itu. Bagas, Dinda dan papanya berjalan beriringan. Pemandangan kiri-kanan menuju kolam sangatlah asri. Pohon pinus di kiri-kanan, bunga gardena dan melati yang baru mekar berjejer di sepanjang jalan yang mereka lewati.. udara yang segar, wangi semerbak bunga menerpa mereka. “hmm.... wangi banget bunga melatinya ya, Kak” “Iya dek, makanya suka dijadiin pewangi..” terang Bagas. Sampailah mereka di tempat pemancingan. Hari itu karena bukan weekend, kolam pemancingan terlihat sepi. Hanya mereka bertiga. Bagas mengambil posisi dekat pohon rindang, sedangkan papanya berjarak 3 meter darinya dekat batu besar. Dinda karena belum mengerti, hanya memperhatikan kakak & papanya memancing. Bagas & papanya menyiapkan umpan pancing, lalu dilemparkannya alat pancing sejauh-jauhnya kolam. Suasana hening, konsentrasi. 15 menit kemudian... “Yeayy! Asiiiikkk, aku dapatt.. Deeekk, kakak dapet ikan gedee niih!” teriak Bagas pada Dinda. “Manaa kak, manaa?... waahh, iyaa.. kakak hebaaat!” puji Dinda sambil ngasi jempol ke Bagas. Papanya tersenyum, kailnya masih juga belum ada yang nyangkut. Dilihatnya ikan mas seberat 1 kg berhasil ditangkap Bagas. Bagas terlihat gembira sekali, begitupun Dinda. Lamunan itu membuyarkan pikiran papanya. “Eehh, kail papa juga ada yang nariik niihh Dek...” Bagas menoleh ke arah papanya. Dinda beranjak, berlari menuju papanya. “Waahh, iyaa kak.. papa juga dapet ikan! Tapi keciill.. hihihi” celoteh Dinda, disambut tawa lebar Bagas. Papa hanya tersenyum kecuut, karena masih kalah sigap sama Bagas.. “hihihii, kurang umpan tuu paah.” Balas Bagas. Sejam berlalu, Bagas udah dapat 3 ikan mas besar dan 2 ikan mujair kecil. Sedangkan, papanya sudah dapat 2 ikan mas kecil. Tak terasa, matahari mulai meninggi. Dinda masih girang berlari ke arah Bagas, ke arah papanya setiap kali kail mereka berhasil menangkap ikan. Karena semangat berlari, Dinda tak perhatikan jalanan yang masih licin kena hujan semalam. Dinda pun tergelincir, badannya oleng, hilang keseimbangan dan jatuh masuk kolam pemancingan sedalam 3 meter. Bagas yang masih asik memancing, tersadar. “Deeek.. Astagfirullah! Papaa, Adek jatuh ke kolam” teriak Bagas. Papa pun tersadar. Tanpa pikir panjang Bagas & papanya langsung lompat ke kolam menyelamatkan Dinda yang hanya bisa menggapai-gapaikan tangannya karena belum bisa berenang. Mulut Dinda mulai masuk air. “Kakak, tolong aku kaak.!.” pintanya lemas, suaranya melemah. Dengan sigap, Bagas menarik tangan Dinda yang sudah hampir tenggelam. Ditarik badannya, papa membantu menggendong Dinda di pundaknya. Dinda tak bergerak. Ditariknya ke pinggir kolam, lalu dibaringkan di tanah. Bagas hanya bisa diam melihat adiknya tak bergerak. “Masya Allah Nak, bangun Nak!” panggil papanya di tepi kolam. Diperiksa nadinya, masih ada, nafasnya lemah.. rupanya Dinda pingsan karena kebanyakan masuk air. Buru-buru mereka mengangkat Dinda dan bermaksud membawanya ke rumah sakit terdekat. Beruntung tak jauh dari kolam pemancingan ada Puskesmas warga sekitar. Beruntung karena kolam pemancingan tak jauh dari pemukiman warga. Bagas buru-buru menelepon mamanya. oOo Di kamar pasien, terlihat Nina sang mama menangis melihat Dinda anak bungsunya terbaring lemah, tak juga bangun. Nina teringat tindakannya tempo hari, Nina teringat tindakannya yang selalu kejam terhadap anak bungsunya ini. Nina makin menangis & merasa bersalah. “Pah, apa Dinda bakal selamat..? Aku merasa bersalah sama Dinda” isak Nina tertunduk, air matanya terus mengalir di pipinya. Ardi hanya bisa menghibur istrinya yang sedang duka. “InsyaAllah Ma, insyaAllah Dinda selamat.. kita berdoa saja” Bagas masih terdiam melihat adiknya yang masih tak bergerak. Dilihatnya dokter memeriksa Dinda, memeriksa denyut nadinya. “Gimana kondisi anak saya, dokter?” tanya Ardi. “Kondisinya lemah, karena banyak air yang masuk ke dalam paru-parunya. Kami akan berusaha semampunya. Anak bapak termasuk anak yang kuat, semoga dia bisa melewatinya masa kritis ini. Saya pribadi hanya berpesan, rawatlah anak kita sebaik-baiknya, jangan disakiti.. karena dia adalah amanah” Nina tertegun mendengar perkataan dokter. Dokter berkata demikian, karena ia melihat ada tanda memar di badan Dinda. Nina makin merasa bersalah. “Ya Allah, hamba begitu kejam terhadap amanahMu ini. Ampuni hamba ya Allah.. semoga Engkau beri hamba kesempatan ke dua untuk merawat amanahMu ini, hamba akan lebih sabar, hamba akan lebih mengasihinya” batin Nina merintih berdoa. Dua jam berlalu, Dinda tak juga bangun. Papa mondar-mandir di kamar pasien, Bagas terpaku tak tahu apa yang harus dilakukan, sedangkan Nina sang mama masih tetap menangis sambil merebahkan kepala di samping Dinda, merintih dan berdoa berharap ada keajaiban atas kesembuhan Dinda. Tiba-tiba dalam keheningan. “Maaaah... Paahh... kak Bagass...” suara lemah Dinda memanggil satu persatu keluarganya. Nina terperanjat bangun. Papah berhenti dari mondar-mandirnya dan Bagas gembira melihat adiknya tersadar. “Dindaa.. sayang, udah sadar kamu, Nak?” usap Nina ke kepala anaknya. Papa & Kakaknya tersenyum. Dinda mengangguk lemah. “Dinda tadi jatuh ya Ma.. Dinda gak hati-hati tadi, Dinda gak apa-apa kok Ma.. Mama jangan menangis” ucap Dinda lemah. Nina menangis, kali ini tangisan bahagia karena doanya didengar. Nina tersenyum karena masih diberi kesempatan ke dua, Nina berjanji dalam hati, tidak akan pernah lagi kasar terhadap anaknya.. tidak akan lagi memukul & mencubit anaknya kalo ia nakal, karena dirinya tak ingin lagi menyesal seperti sekarang ini. “Iya sayang, mama menangis karena mama seneng.. kamu udah sadar. Maafin mama ya Nak, mama suka jahat sama Dinda.. maafin mama, sayang” sambil memeluk Dinda, Nina masih menangis memohon maaf atas kesalahannya selama ini terhadap anak bungsunya. “Dinda sayang Mama.. Dinda udah maafin Mama” ujar Dinda tersenyum. Masya Allah, Nina makin terharu mendengar perkataan anaknya yang baru berumur 5 tahun ini. Papa Ardi & Bagas tersenyum bahagia. Mereka bahagia karena Dinda telah sadar dan melihat sang mama akan lebih sabar terhadap Dinda. oOo

No comments: